Cerita ASI part 1 : Tongue Tie, Baby Blues

Gambar dari sini
Dari masa kehamilan kemarin, informasi tentang ASI sudah banyak saya dapatkan.
Informasi yang menurut saya penting dan sangat perlu untuk diketahui waktu itu adalah :


  • ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi.
  • Bayi punya cadangan makanan selama 3 hari, sehingga bila setelah melahirkan ASI tidak langsung keluar maka jangan terburu-buru memberikan susu formula.
  • Prinsip Supply-Demand ASI (yang belakangan rupanya menjadi cerita seru pengalaman laktasi saya)
  • Pelajari posisi menyusui yang baik dan pelekatan yang benar.
  • Pelajari Breast Massage dan pijat oksitosin untuk memperlancar ASI. 
  • Info tentang Tongue Tie yang bisa menghambat pelekatan bayi.
  • Info tentang Mastitis sehingga bisa dicegah agar jangan sampai terjadi pada diri kita
  • Meminta dukungan suami dan orang sekitar untuk pro-ASI (ini juga ternyata tak semudah yang saya bayangkan, walaupun saya sudah memikirkan kemungkinan yang buruk dengan harapan akan siap menghadapinya tapi ternyata ada faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan) 

Selain itu tentu sayapun mencari dokter kandungan yang pro-ASI dan rumah sakit yang pro-ASI yang mendukung IMD dan nantinya dokter anaknya juga yang pro-ASI. Saya juga sudah mengikuti kelas laktasi sehingga rasanya bekal ilmu tentang ASI sudah OK banget lah, sudah ASI-minded, tinggal prakteknya saja nanti. Waktu itu saya pikir menyusui adalah proses yang alamiah sehingga akan mudah dan tak akan membuat masalah yang berarti. Tapi ternyata menyusui adalah proses paling mengesankan sejauh ini saya alami bila dibandingkan pengalaman semasa hamil dan melahirkan.

Setelah Kaila lahir melalui proses persalinan caesar, saya diberikan kesempatan IMD walau hanya sebentar mengingat ruang operasi yang sangat dingin. Kaila ditaruh melintang di dada saya dengan mulutnya didekatkan ke puting saya oleh bu bidan. Beberapa kali bu bidan membantu memposisikan Kaila agar puting saya masuk ke mulutnya hingga berhasil dihisap oleh kaila. Saya masih ingat sensasi hisapan Kaila pertama kali saat itu masih terasa lemah. Tak lama kemudian saya melihat tangan dan kaki Kaila sudah mulai membiru sehingga saya minta bu bidan untuk mengangkat Kaila dari dada saya.

Setelah selesai operasi dan diobservasi selama 30 menit, saya dipindahkan ke kamar rawat inap. Rumah sakit yang saya pilih menerapkan sistem rooming-in,sehingga bayi berada di kamar yang sama oleh ibu, dibawa ke ruang bayi hanya pagi dan sore saja ketika waktunya mandi. 2 hari di rumah sakit ASI saya belum keluar. Tapi dokter anak dan suster meyakinkan saya bahwa pasti sebenarnya sudah keluar namun tidak kasat mata. Saya juga melihat Kaila selalu semangat setiap kali menyusu sehingga saya meyakinkan diri bahwa perkataan dokter dan suster memang benar. Seringkali tamu yang menjenguk menanyakan keadaan ASI saya dan terlihat khawatir ketika diberitahu bahwa Kaila sudah 2 hari belum dikasih minum apapun sementara ASI belum keluar. Saat itu saya masih santai dan bersikeras bahwa nantinya pasti akan keluar, toh masih ada waktu 1 hari lagi. Dan benar saja, Alhamdulillah di hari ketiga ASI saya keluar. Dengan semangat saya menyusui Kaila dan senang sekali rasanya Kaila mendapatkan kolostrum yang katanya merupakan cairan emas kehidupan. 

Menjelang hari terakhir di rumah sakit berat badan Kaila mengalami penurunan sekitar 300 gr. Ternyata ini adalah hal yang wajar selama berkurangnya tidak lebih dari 10% berat badan lahir. Selain itu Dokter memberi tahu bahwa kaila memiliki tongue tie tipe tertentu yang saya lupa namanya. Saat itu dokter merencanakan untuk di observasi dulu sebelum melakukan tindakan incisi/frenotomy yang berarti memotong tali lidah Kaila. Lagipula rumah sakit tempat saya melahirkan ternyata tidak pro-frenotomy sehingga jika nanti dibutuhkan tindakan tersebut harus dilakukan di rumah sakit lain tempat dimana sang dokter juga praktek disitu. Terlepas dari kondisi tersebut dokter memperbolehkan Kaila pulang ke rumah dengan catatan kontrol 1 minggu kemudian sekalian imunisasi. Dan dengan hati senang kami sekeluarga pulang ke rumah. 

Singkat cerita, saya mengalami baby blues tepat ketika usia Kaila 1 minggu. Saya ingat sekali selama 1 minggu itu saya berjuang meyakinkan diri saya bahwa saya tidak akan kena baby blues, 'masa takut sama bayi sendiri', 'puting lecet? Biasa itu mah paling cuma sebentar', 'kurang tidur karena bergadang tiap malam? Itu juga biasa, dijalanin aja nanti juga terbiasa'. Tapi ternyata saya tidak bisa membohongi diri saya sendiri.

Setelah 2 hari berada di rumah bersama Kaila saya merasa kewalahan karena pola menyusui Kaila yang terus menerus tak berhenti. Seringkali Kaila tertidur setelah 10 menit menyusui, tak lama kemudian Kaila bangun dan masih terlihat lapar, mulutnya mangap-mangap mencari puting. Hal ini terus terjadi berulang kali. Jika saya sudah merasa capek saya akan berhati-hati sekali untuk menjaga agar Kaila tetap tertidur agar saya bisa beristirahat. Lagi-lagi katanya ini juga wajar, ada bayi yang sangat suka tidur hingga harus sering dibangunkan untuk disusui, tapi perasaan saya mengatakan ini berbeda karena Kaila terlihat seperti selalu lapar. Selain itu puting saya terasa perih sekali. Hingga suatu malam saya menyusui kaila terus menerus selama 4 jam dan saya menyerah pada diri saya sendiri, Saya mengalami baby blues.  Saya merasa sangat lelah menyusui terus menerus dengan keadaan puting yang lecet, badan dan tangan yang pegal hingga puncaknya saya meringkuk, menangis dan menolak untuk menyusui Kaila. Mendengar Kaila menangis membuat saya semakin meringkuk dan menangis. Saya takut pada bayi saya sendiri.

Suami saya langsung mengambil alih semuanya. Kaila diasuh oleh neneknya dan dijauhkan dari saya sementara suami saya menenangkan saya. Setelah saya tenang, saya memompa ASI kemudian Kaila diberi minum ASIP oleh ibu mertua. Hari itu juga akhirnya kami berangkat ke rumah sakit di daerah Kemang dan Kaila di incisi tongue tie dan juga lip tie nya. Setelah dilakukan tindakan tersebut saya langsung menyusui Kaila. Apakah ada perubahan yang signifikan? Sayangnya saya tidak merasakan hal itu, puting saya masih terasa nyeri ketika menyusui Kaila. Padahal dari beberapa pengalaman ibu-ibu yang bayinya mengalami tongue tie mereka merasakan perubahan yang berarti. Entah karena memang bukan tongue tie penyebabnya atau kondisi psikologis saya yang sudah terpuruk saat itu.

Saat itu dokter mengingatkan bahwa frenotomy ini belum tentu menyelesaikan masalah karena yang paling penting adalah posisi pelekatan dalam menyusui. Oleh karena itu saya dirujuk ke klinik laktasi untuk memastikan lagi posisi menyusui yang baik sekaligus diajarkan senam lidah pada bayi yang memang harus dilakukan pasca frenotomy. Oh ya, saya juga diberi salep untuk mengatasi nyeri di puting dan juga domperidone untuk di minum 1x3 sehari.

Cerita selanjutnya bisa dibaca disini ya.

1 comments :

 

Hi! Welcome to My Blog

Hi! Welcome to My Blog
Fianty T Triswara. Family Blogger.

Quotes

"Children have never been very good at listening to their elders but they never failed to imitate them" - James Baldwin

“The hardest job kids face today is learning good manners without seeing any”- Fred Astaire.

“Motherhood is not a battle against other mothers. Motherhood is your journey with your children” –NN

“Every time you eat or drink, you are either feeding disease or fighting it.” – Heather Morgan.

Kind Reminder

Please do not copy paste without my permission. Thank you.